Sunday, July 12, 2015

Menyederhanakan Makna Mudik, Jangan dong!

“Mudik itu yang mudik, pulang kampung ketemu orang tua dan silaturahmi dengan keluarga. Sesederhana itu, saya kira.” Ini yang saya pikirkan sewaktu saya belum menjadi perantau seperti sekarang ini. Namun, melihat begitu banyak yang harus dicurahkan untuk mudik, saya punya anggapan berbeda, bahwa Mudik itu tidak se-sederhana adanya.

Hari-hari terakhir Ramadhan ini pertanyaan-pertanyaan: Mudik apa tidak? Kapan mudik?, Mudik kemana?, berapa lama akan di kampung halaman?, dan Kapan bakal kembali? Banyak kita temui. Baik kita sebagai orang yang bertanya, maupun kita sebagai orang yang ditanya. Setidaknya inilah ‘magic word’ yang kebanyakan orang merasa ‘senang’ dan ‘nyaman’ mendiskusikannya. Diskusi ini mengisi ruang sedikit ruang, sebelum orang-orang lebih kenceng lagi ngomongin tentang ucapan “Selamat Mudik”, “TITI DJ (Hati-hati di Jalan)”, Selamat Sampai Tujuan! , dan tentunya Ucapan Selamat Lebaran itu sendiri.

Ada banyak alasan mengapa orang mudik. Sebagian besar tentunya bersilaturahmi dan berkumpul dengan keluarga terdekat, seperti orang tua, di kampung halaman. Bagi yang tidak lagi memiliki orang tua di kampung halaman, adanya keluarga yang masih di-tua-kan menjadi alasan berikutnya.
Sebaliknya, greget mudik kurang ‘terasa’ jika tidak ada lagi orang tua ataupun yang di’tua’kan di kampung halaman. Tentunya, faktor umur juga bisa menjadi alasan lain, semakin berumur, semakin menurun greget orang untuk mudik.  Selain faktor fisik yang tidak lagi prima untuk menempuh perjalanan jauh, faktor biaya, tidak adanya orang-orang di kampung halaman yang masih dikenal menjadi alasan, mudik tidak lagi terasa ‘diperlukan.’

Tujuan utama mudik biasanya tak jauh dari silaturahmi, kangen-kangen-an, dan sungkem orang tua. Namun, bukan berarti ada tujuan-tujuan lain yang disisipkan ketika mudik. Mulai dari: Mengenalkan kepada anak-anak tentang pentingnya berbakti kepada orang tua, sehingga menempuh perjalanan jauh sekalipun bukan halangan untuk dilakukan; Reuni untuk bertemu dengan kawan-kawan di waktu kecil; Berbagi cerita tentang kesuksesan hidup di perantauan; dan masih banyak lagi.

Melihat begitu banyak yang harus dicurahkan, mulai dari waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, seyogyanya energi, greget dan semangat mudik tidak habis di perjalanan. Karena, sesampainya di kampung halaman-lah esensi tujuan dari mudik baru dimulai. Memang, banyak yang bilang, semua kecapekan, kelelahan dan kepenatan akan hilang ketika kita bisa bertemu keluarga dan orang tua di rumah. Namun, alangkah lebih baiknya jika mudik yang kita lakukan juga memiliki totalitas dalam melakukannya.

Yang saya maksud dengan totalitas disini adalah kejelasan tentang apa tujuan, dan manfaat yang ingin kita dapatkan selama mudik. Kejelasan tentang 2 hal ini juga didukung oleh keseriusan dan komitmen untuk mewujudkannya. Saya melihat hal-hal demikian tidak banyak melintasi pemikiran para pemudik.

Sebagaimana saya tulis di bagian awal tulisan, bahwa mudik tidak se-sederhana yang dibayangkan. Banyak sekali persiapan yang dibutuhkan, fisik maupun mental. Jika ini tidak diimbangi dengan kejelasan tujuan mudik itu sendiri, tentunya akan sayang sekali. Tanpa keinginan kuat menggapai makna dan manfaat silaturahmi selama di kampung halaman, bisa jadi, mudik yang kita lakukan hanyah ritual tahunan yang kita ikuti, tanpa kita pernah pikirkan apa yang sebenarnya bisa kita manfaatkan bagi diri kita.

Mari berbahagia dengan mudik lebaran tahun ini, sejauh apapun dan sedekat apapun mudik yang kita lakukan. Tujuan yang jelas, dan gambaran indah manfaat silaturahmi yang akan kita lakukan, saya yakin akan menambah semangat kita untuk menjalaninya. Semoga kita termasuk orang-orang yang tidak menyia-nyiakan manfaat dan keberkahan Mudik yang kita lakukan. Selamat Mudik!. #gusrowi.




No comments:

Post a Comment