Saturday, August 1, 2015

Pecah Bisul itu Bukan Akhir

Dua hari ini, saya menjalani 2 peristiwa yang saya ibaratkan seperti memecahkan bisul yang sudah lama ditunggu ledakannya. Satu tentang urusan pekerjaan, dimana setelah mengalami penundaan setahun lebih, akhirnya sebuah inisiatif baru berhasil diresmikan. 

Satu lagi tentang urusan sosial di lingkungan sekitar saya, yang hampir 5 tahun saya tinggal, baru kemarin saya merasakan nikmatnya kegiatan temu warga, dimana saya bisa menambah teman dan bertemu dengan orang-orang yang selama ini ada di sekitar saya, namun tidak pernah bertemu dan bertatap muka secara langsung.

Di saat yang hampir bersamaan, bisul pecah ini juga dialami beberapa teman saya yang lain. Satu tentang temen saya yang "akhirnya" bisa "resign" dari pekerjaan yang sekarang. Hal yang telah ia nantikan setahun terakhir. Tentu, bisul ini meledak, setelah ia mendapatkan "pekerjaan baru", sebagai syarat utama ia bisa melenggang keluar dengan baik. Cerita yang lain, tentang teman saya yang akan segera lamaran, dan bersiap menapaki jalan ke pelaminan. Sebuah peristiwa yang juga sangat ia nantikan untuk segera melepas status lajangnya. 

Dari cerita-cerita diatas, saya mau menyederhanakan makna "bisul pecah" disini sebagai sebuah pencapaian keinginan, kebutuhan yang sangat diidam-idamkan untuk bisa menjadi kenyataan. Dengan pecahnya bisul, maka perasaan lega, gembira dan bahagia menjadi nuansa perasaan yang banyak dialami oleh si empunya bisul. Banyak yang kemudian meluapkan dengan berbagai cara, seolah-olah itu sebuah pencapaian akhir dan final. 

Namun, ada juga yang justru lebih hati-hati dan berusaha menyadari, bahwa proses-proses setelah bisul pecah menjadi rumit dan komplek, sehingga tetap membutuhkan kesiagaan dan kewaspadaan.

Memang, masih ada proses merawat dan menjaga agar "bisul" yang sudah pecah tidak lagi mengalami infeksi dan kemudian tumbuh menjadi bisul-bisul baru yang  mengganggu pikiran dan tidak mendatangkan kenyamanan. 

Dalam kasus yang saya alami, saya justru merasakan bahwa tantangan yang harus saya hadapi ke depan lebih berat lagi. Tentu saya berharap apa yang saya inginkan dan rencanakan berjalan dengan baik sesuai yang saya rencanakan, dan tidak perlu terlebih dahulu menjadi "bisul"untuk bisa menikmatinya. 

Saya tidak mau seperti teman saya yang sengaja menciptakan bisul, namun tidak bisa merawatnya, setelah bisul itu pecah. Ceritanya, temen saya ini, sangat ingin sekali menurunkan berat badannya, dan untuk memenuhinya ia ingin sekali nge-gym. Tidak mudah baginya menemukan waktu dan kesempatan untuk melakukannya. Namun, setelah ia punya kesempatan nge-gym, ternyata ia tidak bertahan lama. Sama sekali tidak mencerminkan keinginan kuatnya untuk nge-gym. Latihan pun hanya dijalanin dengan malas-malasan dan ogah-ogahan. Nampaknya, ia merasa bisulnya pecah, setelah ia merasa "berhasil" menjadi bagian dari klub gym. Bagi dia itu lebih penting dibanding menjalani keinginan kuatnya untuk menurunkan berat badannya.

Memang, tidak ada hal yang aneh jika kita memiliki keinginan yang sangat kuat untuk melakukan sesuatu. Seharusnya, memang kita harus berkomitmen penuh untuk mewujudkannya. Namun, tantangan ketika keinginan tersebut terpenuhi idealnya juga diikuti dengan keinginan-keinginan lain yang lebih kreatif dan menantang, agar kita tidak terjebak dengan romantisme "pencapaian" yang itu-itu aja. 

Ayo, kita ciptakan bisul-bisul baru yang lebih keren dan menantang. Namun, jangan sampai ketika bisul itu pecah, kita tidak terlibat didalamnya. Apapun bisul anda, pastikan anda menikmatinya dengan baik, dan pastikan anda tahu apa yang harus anda lakukan untuk memberikan perawatan dan menjaga proses-proses setelahnya. Karena bisa jadi, itulah manfaat ledakan yang sebenarnya dari "bisul" anda. 

Punya bisul yang siap pecah hari ini? Semoga ledakannya membawa kemanfaatan buat kita semua. #gusrowi #ArgoMuriaToSMG.

No comments:

Post a Comment