Monday, June 29, 2015

Berjodoh dengan Kesuksesan

Sehari semalam di kampung halaman, mendapat kesempatan bertemu teman lama yang sudah sukses di perantauan. Sebuah cerita kesuksesan yang tidak mudah didapatkan di kampung halaman dimana ia dilahirkan. Seperti biasa, saya pun tergelitik untuk bertanya tentang hal-hal reflektif dibalik kesuksesan teman saya ini.

Satu hal yang saya tertarik untuk membahasnya adalah, rencana ke depan teman saya menindaklanjuti kesuksesan yang saat ini ia rengkuh. Apakah ia masih berpikir untuk kembali ke kampung halamannya, ataukah ia akan istiqomah dengan kehidupan perantauannya?. 

Respon spontan yang saya dapatkan dari teman saya adalah “Apalah arti kesuksesan jika masih di perantauan”. Respon ini menyiratkan tentang keinginannya untuk kembali ke kampung halamannya. Bagi dia, kesuksesan yang ia raih saat ini adalah motivasi dan penyemangat untuk bisa meraih kesuksesan yang sama di kampung halaman nantinya.

Cerita singkat ini kira-kira membawa pesan bahwa kesuksesan di kampung halaman lebih indah jika di dapatkan dan di raih di bandingkan dengan kesukseskan di perantauan. Di kampung halaman, mungkin lebih banyak orang yang dikenal, lebih banyak orang yang mengenal, ketika kesuksesan tersebut menghampiri. Sebaliknya, tidak banyak yang menjadi saksi dari kesuksesan kita di perantauan, dan juga tidak banyak keluarga, kawan-kawan dekat kita yang bisa kita ajak ikut merayakan dan mensyukuri kesuksesan yang kita raih. Sekilas, apakah ini persoalan aktualisasi diri? Atau soal “kepuasan cara kita” memenuhi kebutuhan ‘self esteem’ diri kita?.

Pada kasus teman saya ini, setelah saya gali lebih mendalam, persoalan respect, ruang aktualisasi diri dan berkreasi dalam memanfaatkan peluang, ia beranggapan,  jauh lebih terpenuhi di perantauan di banding di kampung halamannya. Ia sadar, se-sukses apapun dia di perantauan, ketika ia kembali ke kampung halaman, orang-orang tidak akan melihatnya sebagai ‘orang baru.’ Ia sadar,  Ia akan tetap di lihat sebagai si A, anaknya si B, dan sebagainya. Kualitas kesuksesan yang ia tampilkan saat ini sama sekali tidak akan meningkatkan level sosialnya di masyarakat.

Ini, mirip dengan cerita sukses menjadi TKI atau TKW. Se-kaya apapun ia karena kerja kerasnya di luar negeri, jika sekembali ke kampung halamannya tidak menunjukkan kualitas hidup yang lebih mandiri dan maju, maka masyarakatpun tidak akan memberinya level sosial yang lebih. Lantas, jika bukan karena alasan aktualisasi diri, respect dan self esteem,  apa yang membuat keinginan untuk kembali hidup di kampung halaman menjadi opsi yang hampir selalu hadir di angan-angan banyak orang?

Tebakan sedikit ngawur saya, alasan nostalgia dan hidup diantara keluarga dan orang-orang terdekat yang menjadi alasannya. Meskipun, jutaan contoh tentang kesuksesan hidup  mandiri di perantauan, tanpa sanak saudara dan keluarga banyak kita temukan. Namun opsi hidup di kampung halaman akan selalu muncul jika kemungkinannya ada.

Bagi saya, jika saya jadi teman saya, meneruskan hidup di perantauan menjadi opsi utama saya. Kampung halaman akan selalu menjadi kenangan tak terlupakan, dan akan selalu ada ketika kita ingin bernostalgia dengannya. Kesuksesan di perantauan bisa dimaknai sebagai “jodoh” yang hanya bisa kita temukan ketika kita merantau. Ketika kita meninggalkan kampung halaman untuk meraih kesuksesan hidup, sama artinya kita sedang mencari dan menemukan ‘jodoh’, yang karena suatu dan lain hal tidak kita temukan di Kampung halaman yang kita cintai.


Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu bisa menemukan ‘jodoh’ kita dalam menggapai kesuksesan hidup ke arah yang lebih baik. Amiin. #gusrowi

No comments:

Post a Comment